Satu lagi karya langka ulama
keturunan Nusantara yang tak diketahui banyak khalayak: “Tafsîr al-Khatîb al-Makkî”
(تفسير
الخطيب
المكي),
karangan ‘Abd al-Hamîd ibn Ahmad al-Khatîb ibn ‘Abd al-Lathîf al-Minânkabâwî
al-Makkî (1316-1381 H/ 1898-1961 M), cendikiawan sekaligus diplomat Saudi
Arabia keturunan Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau (1860-1916 M).
Kitab “Tafsîr al-Khatîb al-Makkî” ini terdiri dari 4 (empat) juz dan
pertama kalinya dicetak di percetakan Musthafâ al-Bâbî al-Halabî di Kairo pada
tahun 1947 M. Kitab ini dicetak ulang pada tahun 1960-an oleh penerbit Dâr
al-Fikr, Libanon. Sayangnya, setelah itu kitab ini tampaknya tak lagi terbit.
Naskah kitab versi cetakan
Musthafâ al-Bâbî al-Halabî ini (1947 M) tersimpan di perpustakaan al-Haramain
al-Syarifain di Masjid Nabawi di Madinah, Perpustakaan Universitas Riyadh,
Saudi Arabia (KSA), juga di perpustakaan Universitas Sains Terapan (Applied
Science University/ Jâmi’ah al-‘Ulûm al-Tathbîqiyyah), Uni Emirat Arab (UAE).
Keberadaan kitab tafsir ini
kian melengkapi khazanah intelektual ulama Nusantara di Timur Tengah. Kitab tafsir ini pun menjadi penyanding “Tafsîr Marâh Labîd” atau “Tafsîr Munîr”, sebuah kitab tafsir yang
ditulis dalam bahasa Arab oleh Syaikh Nawawi al-Bantani (w. 1897 M) sekitar
tiga perempat abad sebelumnya.
Ketika menuliskan kitab
tafsirnya ini, ‘Abd al-Hamîd al-Khatîb berstatus sebagai pengajar di Masjid al-Haram
di Mekkah. Rumahnya ramai oleh para pelajar yang mengaji ilmu-ilmu keagamaan,
khususnya mereka yang berasal dari negeri Jawi (Nusantara).
Selama menjadi pengajar, ‘Abd
al-Hamîd al-Khatîb terbilang produktif menulis. Selain “Tafsîr al-Khatîb al-Makkî”, ia juga menghasilkan beberapa karya
lainnya, semisal “Asmâ al-Risâlât (أسمى الرسالات)[1]”, “Tâiyah al-Khatîb fî Sîrah al-Musthafâ
al-Habîb[2]”,
“Jauharah al-Dîn”, dan juga “al-Imâm al-‘Âdil Âdil [الإمام الملك العادل) [3).
Dalam “Siyar wa al-Tarâjim li Ba’dh ‘Ulamaina fi al-Qarn al-Rabi’ al-‘Asyar”,
Umar ‘Abd al-Jabbar memuat biografi ‘Abd al-Hamid al-Khatib ini. Disebutkan,
jika pada masa mudanya ‘Abd al-Hamîd al-Khatîb merupakan seorang aktivis. Ia
pergi ke Mesir pada tahun 1920-an dan bergabung dengan gerakan kebangkitan
budaya di Kairo.
Selama di Kairo, ‘Abd al-Hamîd
al-Khatîb juga aktif di dunia jurnalistik. Artikel-artikelnya banyak dimuat di
beberapa surat kabar terkemuka Mesir pada masa itu, seperti Al-Ahram,
Al-Wathan, Al-Muqattam, dan lain-lain. Di Kairo juga ‘Abd al-Hamîd al-Khatîb
memprakarsai berdirinya Jam’iyyah al-Syubbân al-Hijâziyyin (Organisasi Pemuda
Hijaz).
Karir ‘Abd al-Hamîd al-Khatîb
kemudian sampai pada bidang diplomatik. Ia pun didaulat sebagai duta besar
Kerajaan Saudi Arabia untuk Pakistan. Ketika Republik Indonesia merdeka pada
tahun 1945 M, ‘Abd al-Hamîd al-Khatîb-lah yang menjadi utusan khusus Kerajaan
Saudi Arabia untuk menyatakan dan memberikan dukungan kerajaan bagi Indonesia.
Sekitar tahun 1949 M, ‘Abd al-Hamîd al-Khatîb melakukan aktivitas safari ke
beberapa kota di Indonesia, khususnya wilayah asal leluhurnya: Minangkabau.
‘Abd al-Hamîd menghabiskan masa
tuanya dan meninggal di Damaskus, Suriah, pada 1961 M.
Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau
memiliki dua anak lelaki, yaitu ‘Abd al-Hamîd al-Khatîb yang disebutkan di
atas, juga ‘Abd al-Malik al-Khatîb. Anak kedua inilah yang menjadi penerus
“trah keulamaan” Syaikh Ahmad Khatib. Dalam beberapa kitab “asânîd” dan
“tarâjîm”, ‘Abd al-Malik al-Khatîb disebut-sebut sebagai salah satu ulama abad
ke-20 M, meski beliau tidak memiliki banyak karangan seperti ayah dan
saudaranya. Syaikh Yasin al-Padani juga banyak mengambil riwayat-sanad dari
‘Abd al-Karîm al-Khatîb ini.
Sumber : Ust. Ahmad Ginanjar
Sya’ban via Turats Ulama Nusantara
Artikel
di atas disalin kembali dari pautan
No comments:
Post a Comment